Minggu, 22 Mei 2016

NIAT BAIK

Oleh: YM Bhante Sri Pannyavaro.

Di negara yang mayoritas penduduknya adalah umat Buddha, patung Buddha ada dimana-mana. Kadang di salah-satu sudut perempatan jalan, di depan kantor, di sekolah-sekolah, di tepi jalan. Ada yang kecil, ada yang sedang, ada juga yang besar. Patung Buddha itu dihormati karena patung itu merupakan lambang kehadiran Buddha.

Suatu hari ada umat Buddha berjalan di suatu desa. Dia melihat patung Buddha kecil kehujanan. Dia berpikir,"Wah, ini tidak pantas. Air hujan membasahi patung Buddha yang tidak ada atapnya. "Timbul niat untuk menghormati Buddha. Tetapi, dia sendiri tidak membawa payung, pakaiannya basah. Patung itu hendak diangkat tapi di rekatkan dengan semen dialasnya. Dia melihat ke kanan, ke kiri. Lalu terlihat ada sebuah sepatu yang sudah di buang, yang sudah jebol , baunya mungkin tidak keru-keruan. Sepatu jebol itu diambil, lalu ditaruh diatas kepala patung Buddha, supaya patung Buddha tidak kehujanan. Kemudian dia pergi.

Pada waktu hujan berhenti, ada orang lain lewat dan dia juga umat Buddha. Dia berpikir, "Ini tidak betul, tidak masuk akal. Ini adalah penghinaan. Ada sepatu butut di atas kepala patung Buddha." Karena orang ke dua ini ingin menghormat Buddha, lalu diambilnya sepatu jebol itu lalu dibuang.

Dua orang itu sama-sama memiliki niat yang baik. Dua orang itu sama-sama mempunyai tindakan yang baik, meskipun caranya berbeda. Orang yang pertama mengerudungi kepala patung dengan sepatu butut dengan niat baik, tetapi orang yang kedua mengatakan perbuatan ini tidak baik. Orang yang pertama tetap mempunyai nilai yang positif, meskipun orang lain menilai itu buruk.

Kalau saya menanam jagung, kemudian tumbuh. Sebelum berbuah, orang lain melihat apa yang saya tanam itu lalu berkata, "Ini bukan jagung. Ini adalah jali." Tidak menjadi soal, meskipun orang menilai jagung ini sebagai jali, karena pada waktu nanti berbuah, benih jagung akan tetap membuahkan jagung. Dengan demikian, kita tidak perlu pusing dengan apa yang akan dihasilkan nanti.

Benih atau bibit itu seperti kehendak. Kalau kita sudah memastikan bahwa kehendak kita itu baik, tidak merugikan orang lain dan juga dirinya sendiri, maka tidak perlu pusing bila ada yang salah paham. Ucapan dan perbuatan baik kita- sekalipun mungkin orang lain bisa salah paham-nilainya tetap baik. Apakah orang kedua yang melempar sepatu butut dari atas kepala patung Buddha itu bisa menghancurkan niat baik orang yang pertama? Tidak! Dan apakah karena merusak hasil orang yang pertama, lalu yang dilakukan orang kedua itu adalah tidak baik? Juga tidak! Orang kedua juga melakukan hal yang baik karena dia membuang sepatu butut itu dengan niat yang baik juga.

Kalau kita bisa memeriksa dan memastikan bahwa tidak ada unsur yang tidak baik, maka hal itu pasti baik. Sekali pun orang lain bisa salah paham kepada kita--dan sekali pun kita sudah melakukan namun tidak berhasil--nilainya akan tetap baik. Itulah yang disebut dengan kewaspadaan. Orang yang waspada adalah orang yang selalu memeriksa kehendaknya, mengamat-amati kehendaknya sendiri, jangan sampai timbul kehendak yang tidak baik, yang bisa merugikan orang lain dan juga menghancurkan dirinya sendiri.

Mari share dan menginspirasi semua orang.