Salah satu alasan mengapa kita tidak bisa mengembangkan senyum lebih lebar adalah karena kita terlampau di cekam oleh ketakutan kita sendiri.
Fakta berkata bahwa ketakutan adalah seperti kanker ganas yang menggerogoti sukacita kita.
Semakin kita mengijinkan ketakutan mempengaruhi kehidupan kita, maka semakin sulit kita merasakan sukacita.
Cerita lama dari India menceritakan tentang tikus yang ketakutan karena melihat seekor kucing.
Itu sebabnya tikus tersebut pergi kepada tukang sihir untuk menyulapnya menjadi kucing.
Setelah tikus tersebut jadi kucing, kembali lagi ia di cekam rasa takut karena melihat anjing. Maka segera saja ia kembali ke tukang sihir dan minta mengubahnya menjadi anjing.
Setelah jadi anjing, lagi² ia takut ketika bertemu dengan macan dan minta kepada tukang sihir untuk mengubahnya menjadi macan.
Tetapi ketika ia datang lagi dengan keluhan bahwa ia bertemu dengan pemburu, si tukang sihir menolak membantu lagi, “Akan saya ubah kamu jadi tikus lagi, sebab, sekalipun.. badanmu macan, nyalimu masih tetap nyali tikus.”
Bagaimana dengan Anda? Jangan seperti cerita klasik tersebut.
Mengaku sebagai manusia dewasa, beriman, , tapi “nyali” kita tetap "tikus".
Kita lebih mengijinkan ketakutan yang menguasai kita.
Bukan iman, tapi rasa kuatir.
Bukan keberanian, tapi rasa cemas.
Tak heran sukacita kita padam.
Tak ada senyum.
Tak ada keceriaan.
Sebaliknya, kegelisahan dan ketakutanlah yang terpancar dari hidup kita.
Sukacita seseorang ditentukan dari keberanian nya dalam menghadapi segala situasi yang terjadi dalam hidup nya, meski dalam kondisi yang paling buruk sekalipun.
Tetap semangat dan sukacita.
Sαββε Sᆆα βђαvαπ†u Sukђi†α††α
May all being be happy