Tutorial blog
Ajaran Konfusius
Alam Dharma
Alam Kehidupan
Artikel Buddhis
Bacaan
Bodhisattva
Ceramah
Cerita
Cerita JATAKA
Dhamma
Dharani
Gambar Renungan
Humor
inspirasi
Istilah Dharma
Kata Mutiara
Kata perenungan
Kathina Buddhist Article
Kehidupan Air
Kelas Belajar
Kesehatan
Komik
Kutipan Ceramah
Lirik
Magha Puja Buddhist Article
Master Yin Guang
Master Kumarajiva
Master Yin Guang
motivasi
parrita
Penjelasan Sutra
Petikan Ceramah
Resep Kue
Resep Vegan
Rupang
Serba serbi
Sukhavati
Tanya jawab
TipsNtrik
Unik
Vegetarian Buddhist Article
Waisak Buddhist Article
Wisdom
Rabu, 25 September 2013
Gadis Inca Ini Dibekukan Hingga 500 Tahun
Ini adalah sebuah fakta yang mengejutkan, namun juga ironis. Suku Indian di masa lampau memiliki sebuah ritual untuk mempersembahkan korban pada dewa-dewa yang mereka anut. Namun, suatu ketika di era modern ini, ditemukan jasad gadis Inca yang masih dalam keadaan baik, namun jasadnya sudah berusia 500 tahun lebih.
Kejadian ini terjadi di tahun 1999 di mana peneliti menemukan mumi gadis yang diperkirakan berusia 15 tahun saat dikorbankan ini. Konon, ia adalah salah satu gadis dengan dengan kondisi tubuh yang sempurna, sehat dan cantik. Namun sayang, ia hidup untuk dipersiapkan menjadi sesembahan bagi dewa.
Gadis ini tidak dibunuh langsung, melainkan diletakkan di puncak gunung untuk mengawasi pedesaan, seperti malaikat pelindung. Ritual ini bernama Capacocha.
Dibandingkan penemuan mumi-mumi pada umumnya, mungkin inilah mumi dengan bentuk tubuh yang paling sempurna. Ia seperti baru meninggal seminggu sebelumnya, bukan seperti sudah bertahun-tahun. Setelah diteliti, gadis ini meninggal karena ada infeksi bakteri, rambut dan organnya utuh, darah mengalir pada paru-paru dan jantung. Ia juga memiliki kulit yang halus dan wajah yang masih berbentuk.
Sepertinya hal ini karena sebulan sebelum ia dikorbankan, ia menjalani diet dan mengonsumsi makanan khusus. Misalnya diet pati dan protein selama berbulan-bulan, kemudian diberi nutrisi daun koka.
Saat dikorbankan di puncak gunung, mereka diberi banyak sekali minuman yang memabukkan untuk mengurangi sakit dan rasa takut saat akan dikuburkan. Gadis remaja ini meninggal dengan menggunakan pakaian yang baik, sepatu dan perhiasan dengan ornamen yang cantik, dengan dibungkus syal dan duduk bersila.
Karena cuaca yang sangat dingin dan kekurangan udara, maka ia meninggal perlahan-lahan. Seperti dibekukan. Oleh karena itulah ia meninggal dengan bentuk tubuh yang masih bagus, muda dan baik meski sudah bertahun-tahun.
Meski menjadi salah satu penemuan yang menggegerkan dunia, namun hal ini juga mengundang kontroversial. Banyak orang yang beranggapan bahwa untuk menyenangkan dewa atau apapun yang mereka sembah, tak selayaknya melakukan pengorbanan yang nampak tidak manusiawi, melainkan dengan perbuatan baik di dunia.
Sumber : Vemale.com
Pohon Uang Ternyata Benar-Benar Ada
Sering orang bilang istilah atau semacam
idiom pohon uang, yang dimaksudkan mungkin hanya sekedar kiasan untuk
istilah dalam kalimat tertentu. Namun yang satu ini adalah pohon uang
sungguhan, dimana di pohon yang dimaksud bisa kita jumpai uang namun
jenis uang koin beraneka ragam menempel di dahannya hingga menyerupai
sisik-sisik.
Entah
apa maksud dari pembuatnya yang jelas pohon uang ini benar-benar ada
dan bisa dijumpai di dekat air terjun Ingleton di Inggris demikian
dikutip ruanghati.com dari wikimedia, wah pohon uang itu bukan sekedar
dongeng ternyata, dari kejauhan sekilas mirip batang pohon biasa yang
berkulit dan serat agak kasar dan mirip bersisik, namun setelah kita
dekati dan perhatikan benar-benar terlihat ratusan atau bahkan ribuan
uang koin berbagai jenis ada menempel dan tertancap di pohon tersebut.
Kalau saja pohon itu ada di kampung saya mungkin sudah habis koinnya
apalagi kalau koin 500 atau 1000 an
Seekor Katak Kecil Memakai Payung Daun Pada Saat Hujan
Katak kecil ini mendapatkan akal biar tidak terkenak hujan, dia menggunakan daun sebagai payung.
Gambar
unik dan mengagumkan ini dimana seekor katak pohon sedang berlindung
dari hujan diabadikan oleh seorang fotografer Penkdix Palme di kebun
belakang rumah tetanggganya.
Sang katak selama 30 menit berteduh dibawah daun ini, dan kelihatan sangat nyaman dibawah payung daun.
Sang
fotografer mengambil foto ini pada enam bulan yang lalu, ia mengatakan
sangat terkejut ketika melihat kejadian langka ini, sesuatu yang tidak
biasa kita lihat.
Gambar ini diambil di daerah Jember, Jawa Timur, Indonesia.
Katak kecil kecil tersentak menempel daun untuk berlindung dari hujan di Jember, Jawa Timur, Indonesia.
Amfibi pintar ini menempel pada 'payung' daun selama 30 menit saat hujan turun di sekelilingnya.
Seorang Bayi Terlahir Tetap Terbungkus Kantung Ketuban
Boja-Realifact
Post-Saat masih dalam kandungan, bayi berada dalam sebuah kantung yang
berisi cairan ketuban. Kantung ini akan pecah saat menjelang persalinan.
Pada kasus yang amat jarang, bayi bisa dilahirkan dengan kantung
ketuban yang masih utuh. Bagaimana bisa?
Kasus tersebut baru saja terjadi di Yunani. Lewat bedah cesar, dokter kandungan
bernama Aris Tsigris berhasil membantu persalinan bayi yang masih
'berenang' dalam kantung ketuban. Menurut istilah kedokteran, kelahiran
seperti ini disebut en caul atau terselubung.
Dr Tsigiris adalah dokter kandungan yang
berpraktik di Marousi, bagian timur laut pinggiran kota Athena. Dia
mengatakan bahwa kelahiran seperti ini amat jarang dijumpai dan lebih
sering ditemui pada bayi yang dilahirkan prematur. Diperkirakan, tak
sampai 1 dari 80.000 bayi dilahirkan secara en caul.
Menurut sebuah penelitian di tahun 2010,
kelahiran en caul diduga membantu melindungi bayi prematur yang masih
rapuh dari tekanan di dalam rahim. Sebagai orang yang membantu
persalinan bayi tersebut, dr Tsigiris menyatakan kagum saat melihat bayi
yang masih terbungkus kantung ketuban.
"Terkadang alam melampaui dirinya sendiri, bahkan membuat dokter kandungan terdiam," katanya seperti dikutip dari Medical Daily, Jumat (7/6/2013).
Walau dilahirkan dalam gelembung berisi
cairan, keselamatan bayi tak akan terancam karena sejak dalam kandungan
bayi juga mengalami hal yang sama. Dr Tsigiris mengatakan, bayi tersebut
tidak berisiko tenggelam karena plasenta terus memberi makan nutrisi
dan oksigen lewat tali pusat.
Tapi bayi tersebut tidak dibiarkan lama
berenang dalam cairan ketuban setelah dilahirkan. Dia segera menghirup
napas pertamanya setelah kantung ketuban dipecahkan lewat teknik bedah
sederhana yang disebut amniotomi, yaitu mengait membran kantung agar
terbuka.
Oleh dr Tsigiris, foto bayi tersebut
diunggah ke facebook dan mendapat lebih dari 10.000 jempol 'like' dalam
waktu 24 jam. Sampai bulan Juni ini, foto tersebut sudah di-'share ' hingga lebih dari 8.000 kali dan mendapat hampir 800 komentar.
Pada abad pertengahan di Eropa, bayi
yang lahir dengan kondisi serupa sering diasosiasikan dengan hal yang
berbau mistis atau tanda-tanda kebesaran. Bidan yang membantu persalinan
sering memberikan kantung empedu bayi kepada ibunya agar disimpan
sebagai pusaka.
Pada tahun 2011 lalu, aktris Jessica
Alba pernah melahirkan seorang putri yang lahir dalam kantung ketuban
yang masih utuh. Bayinya kemudian diberi nama Haven.
Fenomena Hutan Bengkok di Polandia
Di Polandia, ada sebuah fenomena hutan unik yang hingga kini masih
menjadi misteri. Pasalnya di hutan yang ditumbuhi ribuan pinus ini
memiliki batang pohon yang seluruhnya bengkok ke arah utara.
Di kenal dengan nama 'Crooked Forest' atau Hutan Bengkok, terdapat
sekitar 4.000 pohon pinus tinggi yang batangnya membengkok ke arah
utara.
Terletak di dekat Gryfino, sebelah barat laut Polandia, Crooked Forest telah ditanam sejak tahun 1930.
Menurut kisahnya, pada awalnya ke-4.000 pohon pinus ditanam dan
dibiarkan tumbuh secara alami selama 7-10 tahun sebelum akhirnya
dilakukan intervensi oleh manusia. Rumor menyebutkan bahwa pohon-pohon
itu sengaja di bengkokan untuk membuat perabot yang akan digunakan untuk
masyarakat sekitar.
Mulai dari pembuatan mebel kayu bengkok, bahan untuk membuat lambung
perahu atau untuk membuat belenggu sapi yang biasa digunakan untuk
membajak sawah.
Sayangnya belum sempat dimanfaatkan, Perang Dunia II pecah dan
membuatnya tidak jadi di panen. Hingga kini, seluruh pohon yang ada di
hutan tersebut tetap dibiarkan dan tidak ada satu orang pun yang tahu
tentang kemungkinan siapa yang membengkokkannya.
http://forum.viva.co.id/aneh-dan-lucu/494671-fenomena-hutan-bengkok-di-polandia.html
Penemuan Mummi Wanita China yang Berusia 700 tahun
Para
ahli arkeologi hingga sekarang masih menyelidiki tentang bagaimana
jasad ini masih utuh dan tidak mengalami pembusukan padahal wanita ini
diperkirakan telah meninggal sejak 700 tahun yang lalu. Banyak spekulasi
tentang tehnologi pengawetan pada masa itupun mengemuka di kalangan
para ahli.
Adalah
Mummi yang diperkirakan berasal dari Zaman Dynasti Ming (1368-1644)
ditemukan pada kedalaman dua meter dari permukaan tanah. Yang
mengherankan dari Mummi ini jasadnya masih utuh seperti belum lama
meninggal. Kondisi jasadnya masih utuh dengan mengenakan pakaian dan
alas kaki khas China masa lampau yang masih utuh, bahkan cincin yang
dipakai dengan mata cincin batu giok juga masih utuh. Aneh ya.
Rekan
dan sobatku, para pekerja konstruksi jalan raya di kota Taizhou,
Propinsi Jiangsu, China tanpa sengaja menemukan mumi seorang wanita yang
kira-kira berumur 700 tahun. Mumi yang diduga berasal dari jaman
Dinasti Ming (1368-1644) ini ditemukan di kedalaman 2 meter dibawah
permukaan jalan.
Ketika
ditemukan, kondisi fisik mumi tersebut masih sangat baik, malahan alis
matanya pun masih nampak jelas. Pakaian dan alas kaki yg dikenakan mumi
tersebut juga masih dalam kondisi utuh. Silahkan lihat gan gambarnya
berikut ini :
Keajaiban Alam Di Gurun Gobi
Indah sekali pemandangan di gurun ini...
Biasanya
kita sering dibayangi dengan suasana gurun yang hanya berlatarkan
tempat yang kurang menarik dan panas. Namun terdapat sebuah gurun yang
terletak kira-kira 6 kilometer dari selatan bandar Dunhuang, China.
Ia dikelilingi oleh gunung pasir menjadikan tempat ini satu keajaiban alam. Jika dilihat seolah-olah tempat ini menyerupai bentuk bulan sabit Sejak tahun 1960 kedalaman danau disini terus menurun,
tapi pada tahun 2006 kerajaan setempat dengan bantuan kerajaan pusat
untuk memulihkan kembali kedalaman danau ini. Yuk kita lihat gambar di
bawah ini.
Selasa, 24 September 2013
Kitab Suci Agama Buddha
- Kitab suci agama Buddha yang paling tua yang diketahui hingga sekarang tertulis dalam bahasa Pâli dan Sansekerta; terbagi dalam tiga kelompok besar yang dikenal sebagai 'pitaka' atau 'keranjang', yaitu :
VINAYA PITAKAVinaya Pitaka berisi hal-hal yang berkenaan dengan peraturan-peraturan bagi para bhikkhu dan bhikkhuni; terdiri atas tiga bagian :
- 1. Sutta Vibhanga
2. Khandhaka, dan
3. Parivâra.
Kitab Sutta Vibhanga berisi peraturan-peraturan bagi para bhikkhu dan bhikkhuni. Bhikkhu-vibanga berisi 227 peraturan yang mencakup delapan jenis pelanggaran, di antaranya terdapat empat pelanggaran yang menyebabkan dikeluarkannya seorang bhikkhu dari Sangha dan tidak dapat menjadi bhikkhu lagi seumur hidup. Keempat pelanggaran itu adalah : berhubungan kelamin, mencuri, membunuh atau menganjurkan orang lain bunuh diri, dan membanggakan diri secara tidak benar tentang tingkat-tingkat kesucian atau kekuatan-kekuatan batin luar biasa yang dicapai. untuk ketujuh jenis pelanggaran yang lain ditetapkan hukuman dan pembersihan yang sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang bersangkutan. Bhikkhuni-vibanga berisi peraturan-peraturan yang serupa bagi para Bhikkhuni, hanya jumlahnya lebih banyak.
Kitab Khandhaka terbagi atas Mahâvagga dan Cullavagga. Kitab Mahâvagga berisi peraturan-peraturan dan uraian tentang upacara penahbisan bhikkhu, upacara Uposatha pada saat bulan purnama dan bulan baru di mana dibacakan Pâtimokkha (peraturan disiplin bagi para bhikkhu), peraturan tentang tempat tinggal selama musim hujan (vassa), upacara pada akhir vassa (pavâranâ), peraturan-peraturan mengenai jubah Kathina setiap tahun, peraturan-peraturan bagi bhikkhu yang sakit, peraturan tentang tidur, tentang bahan jubah, tata cara melaksanakan sanghakamma (upacara sangha), dan tata cara dalam hal terjadi perpecahan.
Kitab Cullavagga berisi peraturan-peraturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran, tata cara penerimaan kembali seorang bhikkhu ke dalam Sangha setelah melakukan pembersihan atas pelanggarannya, tata cara untuk menangani masalah-masalah yang timbul, berbagai peraturan yang mengatur cara mandi, mengenakan jubah, menggunakan tempat tinggal, peralatan, tempat bermalam dan sebagainya, mengenai perpecahan kelompok-kelompok bhikkhu, kewajiban-kewajiban guru (âcariyâ) dan calon bhikkhu (sâmanera), pengucilan dari upacara pembacaan Pâtimokkha, penahbisan dan bimbingan bagi bhikkhuni, kisah mengenai Pesamuan Agung Pertama di Râjagaha, dan kisah mengenai Pesamuan Agung Kedua di Vesali. Kitab Parivâra memuat ringkasan dan pengelompokan peraturan-peraturan Vinaya, yang disusun dalam bentuk tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.
- SUTTA PITAKA
Sutta Pitaka terdiri atas lima 'kumpulan' (nikâya) atau buku, yaitu :
1. Dîgha Nikâya, merupakan buku pertama dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 34 Sutta panjang, dan terbagi menjadi tiga vagga : Sîlakkhandhavagga, Mahâvagga dan Pâtikavagga. Beberapa di antara sutta-sutta yang terkenal ialah : Brahmajâla Sutta (yang memuat 62 macam pandangan salah), Samannaphala Sutta (menguraikan buah kehidupan seorang petapa), Sigâlovâda Sutta (memuat patokan-patokan yang penting bagi kehidupan sehari-sehari umat berumah tangga), Mahâsatipatthâna Sutta (memuat secara lengkap tuntunan untuk meditasi Pandangan Terang, Vipassanâ), Mahâparinibbâna Sutta (kisah mengenai hari-hari terakhir Sang Buddha Gotama).
2. Majjhima Nikâya, merupakan buku kedua dari Sutta Pitaka yang memuat kotbah-kotbah menengah. Buku ini terdiri atas tiga bagian (pannâsa); dua pannâsa pertama terdiri atas 50 sutta dan pannâsa terakhir terdiri atas 52 sutta; seluruhnya berjumlah 152 sutta. Beberapa sutta di antaranya ialah : Ratthapâla Sutta, Vâsettha Sutta, Angulimâla Sutta, Ânâpânasati Sutta, Kâyagatasati Sutta dan sebagainya.
3. Anguttara Nikâya, merupakan buku ketiga dari Sutta Pitaka, yang terbagi atas sebelas nipâta (bagian) dan meliputi 9.557 sutta. Sutta-sutta disusun menurut urutan bernomor, untuk memudahkan pengingatan.
4. Samyutta Nikâya, merupakan buku keempat dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 7.762 sutta. Buku ini dibagi menjadi lima vagga utama dan 56 bagian yang disebut Samyutta.
a. Khuddakapâtha, berisi empat teks : Saranattâya, Dasasikkhapâda, Dvattimsakâra, Kumârapañha, dan lima sutta : Mangala, Ratana, Tirokudda, Nidhikanda dan Metta Sutta.
b. Dhammapada, terdiri atas 423 syair yang dibagi menjadi dua puluh enam vagga. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
c. Udâna, merupakan kumpulan delapan puluh sutta, yang terbagi menjadi delapan vagga. Kitab ini memuat ucapan-ucapan Sang Buddha yang disabdakan pada berbagai kesempatan.
d. Itivuttaka, berisi 110 sutta, yang masing-masing dimulai dengan kata-kata : vuttam hetam bhagavâ (demikianlah sabda Sang Bhagavâ).
e. Sutta Nipâta, terdiri atas lima vagga : Uraga, Cûla, Mahâ, Atthaka dan Pârâyana Vagga. Empat vagga pertama terdiri atas 54 prosa berirama, sedang vagga kelima terdiri atas enam belas sutta.
f. Vimânavatthu, menerangkan keagungan dari bermacam-macam alam deva, yang diperoleh melalui perbuatan-perbuatan berjasa.
g. Petavatthu, merupakan kumpulan cerita mengenai orang-orang yang lahir di alam Peta akibat dari perbuatan-perbuatan tidak baik.
h. Theragâthâ, kumpulan syair-syair, yang disusun oleh para Thera semasa hidup Sang Buddha. Beberapa syair berisi riwayat hidup para Thera, sedang lainnya berisi pujian yang diucapkan oleh para Thera atas Pembebasan yang telah dicapai.
i. Therigâthâ, buku yang serupa dengan Theragâthâ yang merupakan kumpulan dari ucapan para Theri semasa hidup Sang Buddha.
j. Jâtaka, berisi cerita-cerita mengenai kehidupan-kehidupan Sang Buddha yang terdahulu.
k. Niddesa, terbagi menjadi dua buku : Culla-Niddesa dan Mahâ-Niddesa. Culla-Niddesa berisi komentar atas Khaggavisâna Sutta yang terdapat dalam Pârâyana Vagga dari Sutta Nipâta; sedang Mahâ-Niddesa menguraikan enam belas sutta yang terdapat dalam Atthaka Vagga dari Sutta Nipâta.
l. Patisambhidâmagga, berisi uraian skolastik tentang jalan untuk mencapai pengetahuan suci. Buku ini terdiri atas tiga vagga : Mahâvagga, Yuganaddhavagga dan Paññâvagga, tiap-tiap vagga berisi sepuluh topik (kathâ).
m. Apadâna, berisi riwayat hidup dari 547 bhikkhu, dan riwayat hidup dari 40 bhikkhuni, yang semuanya hidup pada masa Sang Buddha.
n. Buddhavamsa, terdiri atas syair-syair yang menceritakan kehidupan dari dua puluh lima Buddha, dan Buddha Gotama adalah yang paling akhir.
o. Cariyâpitaka, berisi cerita-cerita mengenai kehidupan-kehidupan Sang Buddha yang terdahulu dalam bentuk syair, terutama menerangkan tentang 10 pâramî yang dijalankan oleh Beliau sebelum mencapai Penerangan Sempurna, dan tiap-tiap cerita disebut Cariyâ.
- ABHIDHAMMA PITAKA
- Kitab Abhidhamma Pitaka berisi uraian filsafat Buddha Dhamma yang disusun secara analitis dan mencakup berbagai bidang, seperti : ilmu jiwa, logika, etika dan metafisika.
- Kitab ini terdiri atas tujuh buah buku (pakarana), yaitu :
2. Vibhanga, menguraikan apa yang terdapat dalam buku Dhammasangani dengan metode yang berbeda. Buku ini terbagi menjadi delapan bab (vibhanga), dan masing-masing bab mempunyai tiga bagian : Suttantabhâjaniya, Abhidhannabhâjaniya dan Pññâpucchaka atau daftar pertanyaan-pertanyaan.
3. Dhâtukatha, terutama membicarakan mengenai unsur-unsur batin. Buku ini terbagi menjadi empat belas bagian.
4. Puggalapaññatti, menguraikan mengenai jenis-jenis watak manusia (puggala), yang dikelompokkan menurut urutan bernomor, dari kelompok satu sampai dengan sepuluh, sepserti sistim dalan Kitab Anguttara Nikâya.
5. Kathâvatthu, terdiri atas dua puluh tiga bab yang merupakan kumpulan percakapan-percakapan (kathâ) dan sanggahan terhadap pandangan-pandangan salah yang dikemukakan oleh berbagai sekte tentang hal-hal yang berhubungan dengan theologi dan metafisika.
6. Yamaka, terbagi menjadi sepuluh bab (yang disebut Yamaka) : Mûla, Khandha, Âyatana, Dhâtu, Sacca, Sankhârâ, Anusaya, Citta, Dhamma dan Indriya.
7. Patthana, menerangkan mengenai "sebab-sebab" yang berkenaan dengan dua puluh empat Paccaya (hubungan-hubungan antara batin dan jasmani).
Gaya bahasa dalam Kitab Abhidhamma Pitaka bersifat sangat teknis dan analitis, berbeda dengan gaya bahasa dalam Kitab Sutta Pitaka dan Vinaya Pitaka yang bersifat naratif, sederhana dan mudah dimengerti oleh umum.
Pada dewasa ini bagian dari Tipitaka yang telah diterjemahkan dan dibukukan ke dalam bahasa Indonesia baru Kitab Dhammapada dan beberapa Sutta dari Dîgha Nikâya.
Pandangan Keliru Tentang Hukum Karma Di Ajaran Buddha
1. Karma hanya dianggap sebagai hal yang buruk saja.
Pandangan ini beranggapan bahwa karma hanya dianggap sebagai hasil yang buruk saja yang menimpa seseorang yang telah melakukan perbuatan buruk. Pandangan keliru (miccha ditthi) ini terjadi karena adanya kerancuan antara kamma (perbuatan) dengan kamma vipaka (hasil perbuatan) dan pemahaman yang salah terhadap karma. Padahal, karma yang berarti perbuatan sedangkan hasilnya disebut vipaka, tidak hanya berhubungan dengan perbuatan buruk ataupun akibat buruk semata, tetapi juga perbuatan baik ataupun akibat yang baik. Karma vipaka (hasil perbuatan) tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang buruk tetapi juga hal-hal yang baik yang dialami oleh seseorang. Contoh: seseorang gemar berdana sehingga ia dihormati oleh setiap orang. Gemar berdana adalah karma baik dan dihormati orang lain merupakan kamma vipaka (hasil perbuatan) yang baik.
2. Kamma vipaka (hasil karma) dianggap sebagai nasib atau takdir yang tidak bisa diubah.
Pandangan ini dikatakan keliru karena Ajaran Buddha tidak mengajarkan paham takdir (Niyativada), juga tidak mengajarkan paham bebas bertindak (Attakiriyavada), tapi suatu kehendak berprasyarat (Inggris: conditioned).
3. Prinsip kerja hukum karma adalah mata dibayar mata, nyawa dibayar nyawa.
Pandangan ini beranggapan bahwa karma akan selalu menghasilkan bentuk yang sama dengan hasil perbuatan (kamma vipaka), membunuh maka akan akan dibunuh, mencuri maka akan dicuri, menipu maka akan ditipu, dan sebagainya. Pandangan ini keliru karena karma memiliki karakter yang dinamis dan tidak lepas dari kondisi-kondisi yang ada, sehingga tidak selamanya bentuk dari hasil karma akan sama dengan bentuk karmanya. Tetapi yang dapat dipastikan adalah sifatnya, dimana karma yang sifat buruk pasti akan menghasilkan hal yang sifatnya juga buruk, karma baik pasti akan menghasilkan hal yang sifatnya juga baik.
4. Karma orang tua diwarisi oleh anaknya.
Pandangan ini beranggapan bahwa orang tua yang melakukan karma buruk maka hasilnya (vipaka) akan di terima oleh anaknya atau keluarga lainnya.
Dalam
kasus tertentu terlihat sepertinya orang tua yang melakukan karma buruk
dan anaknya yang mengalami penderitaan. Hal ini bukan berarti karma
buruk orang tua diwarisi oleh anaknya, tetapi ini lebih berarti bahwa
karma buruk orang tua tersebut memicu karma buruk si anak untuk berbuah.
Dengan kata lain seseorang akan menerima akibat dari karmanya sendiri,
tetapi karmanya dapat mempengaruhi atau mengkondisikan karma orang lain
untuk berbuah.
5. Segala sesuatu yang terjadi pada saat ini adalah akibat dari perbuatan pada kehidupan lampaunya.
Pandangan ini beranggapan bahwa setiap kejadian yang kita alami; tersandung, jatuh sakit, menang undian, terlahir tampan, semuanya adalah hasil Karma lampau semata-mata. Dengan alasan yang sangat tepat Sang Buddha menolak kepercayaan salah tersebut. Sebab bila demikian halnya, maka sia-sia untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, sebab keseluruhan hidup telah ditentukan sebelumnya. Pengertian salah seperti inilah yang membuat seseorang bersikap apatis/ pasrah dan tak bersemangat untuk berupaya memperbaiki karma buruknya.
6. Karma maupun vipaka (hasil karma) ditentukan oleh Tuhan.
Pandangan ini beranggapan bahwa semua yang diperbuat dan dialami seseorang pada masa sekarang, baik hal yang baik maupun buruk tidak lain merupakan kehendak Tuhan.
7. Karma buruk dikehidupan lampau dapat dihilangkan/ dihapuskan.
Pandangan ini beranggapan bahwa karma (perbuatan) buruk yang telah dilakukan seseorang, dapat dihilangkan/ dihapuskan.
Sebagai contoh, Sang Buddha sendiri tetap menerima hasil dari karma buruk kehidupan lampau-Nya berupa terlukanya kaki Beliau karena batu yang digulingkan oleh Devadatta. Jika karma kehidupan lampau bisa dihapuskan maka Sang Buddha pasti dengan mudah menghilangkannya dan kaki Beliau tidak akan terluka.
8. Hukum Karma hanya berlaku bagi orang yang memercayainya sesuai dengan agama yang dipeluknya.
Pandangan ini keliru, karena Hukum Karma sesungguhnya adalah merupakan hukum alam yang bersifat universal, yang memercayainya ataupun yang tidak memercayainya, tak peduli apapun agama dan kepercayaan yang dianutnya akan tetap menerima akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh pikiran, ucapan dan tubuh jasmaninya sendiri.
Sumber: ekonapiyanto.wordpress.com
Pandangan ini beranggapan bahwa karma hanya dianggap sebagai hasil yang buruk saja yang menimpa seseorang yang telah melakukan perbuatan buruk. Pandangan keliru (miccha ditthi) ini terjadi karena adanya kerancuan antara kamma (perbuatan) dengan kamma vipaka (hasil perbuatan) dan pemahaman yang salah terhadap karma. Padahal, karma yang berarti perbuatan sedangkan hasilnya disebut vipaka, tidak hanya berhubungan dengan perbuatan buruk ataupun akibat buruk semata, tetapi juga perbuatan baik ataupun akibat yang baik. Karma vipaka (hasil perbuatan) tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang buruk tetapi juga hal-hal yang baik yang dialami oleh seseorang. Contoh: seseorang gemar berdana sehingga ia dihormati oleh setiap orang. Gemar berdana adalah karma baik dan dihormati orang lain merupakan kamma vipaka (hasil perbuatan) yang baik.
2. Kamma vipaka (hasil karma) dianggap sebagai nasib atau takdir yang tidak bisa diubah.
Pandangan ini dikatakan keliru karena Ajaran Buddha tidak mengajarkan paham takdir (Niyativada), juga tidak mengajarkan paham bebas bertindak (Attakiriyavada), tapi suatu kehendak berprasyarat (Inggris: conditioned).
jika
hal itu terjadi maka seseorang tidak akan dapat bebas dari
penderitaan-nya. Padahal seseorang dapat mengubah apa yang sedang ia
alami. Selain itu, Guru Buddha telah mengajarkan mengenai viriya
atau semangat membaja yang berguna untuk mengatasi segala kesulitan.
Sebagai contoh, seseorang yang lahir dalam keluarga yang kekurangan
(miskin) karena kamma kehidupan lampau yang buruk yang telah ia lakukan
dikehidupan yang lalu, ia dapat mengubah kondisi yang dialaminya
tersebut dengan bekerja keras sehingga ia tidak lagi hidup dalam
kemiskinan.
3. Prinsip kerja hukum karma adalah mata dibayar mata, nyawa dibayar nyawa.
Pandangan ini beranggapan bahwa karma akan selalu menghasilkan bentuk yang sama dengan hasil perbuatan (kamma vipaka), membunuh maka akan akan dibunuh, mencuri maka akan dicuri, menipu maka akan ditipu, dan sebagainya. Pandangan ini keliru karena karma memiliki karakter yang dinamis dan tidak lepas dari kondisi-kondisi yang ada, sehingga tidak selamanya bentuk dari hasil karma akan sama dengan bentuk karmanya. Tetapi yang dapat dipastikan adalah sifatnya, dimana karma yang sifat buruk pasti akan menghasilkan hal yang sifatnya juga buruk, karma baik pasti akan menghasilkan hal yang sifatnya juga baik.
4. Karma orang tua diwarisi oleh anaknya.
Pandangan ini beranggapan bahwa orang tua yang melakukan karma buruk maka hasilnya (vipaka) akan di terima oleh anaknya atau keluarga lainnya.
Pandangan
ini keliru karena prinsip kerja karma adalah siapa yang melakukan
perbuatan maka ia akan yang menerima hasilnya.
Dalam Cullakammavibhanga
Sutta; Majjhima Nikaya 135, Sang Buddha bersabda:
“Semua
mahluk hidup mempunyai kamma sebagai milik mereka, mewarisi kammanya
sendiri, lahir dari kammanya sendiri, berhubungan dengan kammanya
sendiri, dilindungi oleh kammanya sendiri. Kamma itulah yang membedakan
makhluk hidup dalam keadaan rendah atau tinggi.”
5. Segala sesuatu yang terjadi pada saat ini adalah akibat dari perbuatan pada kehidupan lampaunya.
Pandangan ini beranggapan bahwa setiap kejadian yang kita alami; tersandung, jatuh sakit, menang undian, terlahir tampan, semuanya adalah hasil Karma lampau semata-mata. Dengan alasan yang sangat tepat Sang Buddha menolak kepercayaan salah tersebut. Sebab bila demikian halnya, maka sia-sia untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, sebab keseluruhan hidup telah ditentukan sebelumnya. Pengertian salah seperti inilah yang membuat seseorang bersikap apatis/ pasrah dan tak bersemangat untuk berupaya memperbaiki karma buruknya.
Pada
Angutta Nikaya I: 173, Sang Buddha bersabda: ”Ada beberapa pertapa dan
kaum Brahmin, yang memercayai dan mengajarkan bahwa apapun yang dialami
seseorang, menyenangkan, menyakitkan atau netral, semua disebabkan oleh
kamma lampau.. Aku menemui mereka dan bertanya apakah benar mereka
mengajarkan hal yang demikian, mereka ternyata mengiyakan.
Aku
berkata: “Bila demikian, tuan yang terhormat, seseorang membunuh,
mencuri dan berzina disebabkan kamma lampau. Mereka berbohong,
berfitnah, berkata kasar dan tak berharga disebabkan kamma lampau.
Mereka menjadi serakah, membenci, dan penuh pandangan salah disebabkan
kamma lampau? Mereka yang mendasarkan segala sesuatu pada kamma lampau
sebagai unsur penentu, akan kehilangan keinginan dan usaha untuk berbuat
ini atau tak berbuat itu.”
6. Karma maupun vipaka (hasil karma) ditentukan oleh Tuhan.
Pandangan ini beranggapan bahwa semua yang diperbuat dan dialami seseorang pada masa sekarang, baik hal yang baik maupun buruk tidak lain merupakan kehendak Tuhan.
Pandangan
ini keliru karena jika hal itu terjadi maka semua perbuatan dan semua
yang dialami seseorang tidak lain hanya merupakan kehendak tuhan,
sehingga seseorang tidak memiliki kehendak bebas, hanya akan menjadi
“boneka” yang tidak bisa membebaskan diri dari penderitaan dan akan
menjadi seseorang yang tidak memiliki kewaspadaan dan pengendalian diri.
Hal ini telah dibabarkan oleh Sang Buddha dalam Tittha Sutta; Anguttara Nikaya 3: 61:
”jika
memang demikian, maka seorang pembunuh, perampok, pencuri atau pelacur
tidak perlu bertanggung jawab terhadap semua perbuatan buruknya atau
dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan jahatnya, karena semua
perbuatannya adalah atas kehendak Tuhan.”
7. Karma buruk dikehidupan lampau dapat dihilangkan/ dihapuskan.
Pandangan ini beranggapan bahwa karma (perbuatan) buruk yang telah dilakukan seseorang, dapat dihilangkan/ dihapuskan.
Pandangan
ini keliru karena bagaimanapun juga perbuatan buruk itu telah dilakukan
dan telah terjadi, sehingga akibat dari perbuatan buruk itu pasti akan
diterimanya dan tidak dapat dihapuskan.
Sebagai contoh, Sang Buddha sendiri tetap menerima hasil dari karma buruk kehidupan lampau-Nya berupa terlukanya kaki Beliau karena batu yang digulingkan oleh Devadatta. Jika karma kehidupan lampau bisa dihapuskan maka Sang Buddha pasti dengan mudah menghilangkannya dan kaki Beliau tidak akan terluka.
Karma
masa lampau tetap akan menimbulkan hasilnya seperti yang telah
dijelaskan oleh
Sang Buddha dalam
Sang Buddha dalam
Lonaphala Sutta; Anguttara Nikaya
3.99, dengan menggunakan perumpamaan garam yang sama banyaknya, yang
satu dimasukkan ke dalam air di cangkir dan dan yang lain ke dalam
Sungai Ganga. Garam diibaratkan sebagai karma buruk dan air adalah karma
baik. Ketika garam dimasukan ke dalam sebuah cangkir maka rasa garam
tersebut akan terasa asin. Sedangkan garam yang jumlahnya sama dimasukan
ke dalam sungai, maka air sungai tersebut tidak akan terasa asin. Jadi
karma buruk kehidupan lampau akan memberikan hasil/ dampak tetapi dengan
adanya karma baik yang banyak yang dilakukan pada masa sekarang maka
dampak dari karma buruk tersebut menjadi berkurang bahkan tidak terasa.
8. Hukum Karma hanya berlaku bagi orang yang memercayainya sesuai dengan agama yang dipeluknya.
Pandangan ini keliru, karena Hukum Karma sesungguhnya adalah merupakan hukum alam yang bersifat universal, yang memercayainya ataupun yang tidak memercayainya, tak peduli apapun agama dan kepercayaan yang dianutnya akan tetap menerima akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh pikiran, ucapan dan tubuh jasmaninya sendiri.
Demikian
pula bagi seseorang yang tidak percaya pada kehidupan masa lampau dan
hukum Karma, tetap bisa berbahagia sebagai hasil dari perbuatan baiknya
dimasa lampau.
”Sesuai
dengan benih yang ditanam, itulah buah yang akan engkau peroleh. Pelaku
kebaikan akan memperoleh kebaikan. Pelaku keburukan akan memperoleh
keburukan. Jika engkau menanamkan benih yang baik, maka engkau menikmati
buah yang baik.” (Samyutta Nikaya I: 227).
Langganan:
Postingan (Atom)